NEWS

Sengketa Lahan di Wanasalam, Begini Klarifikasi Kuasa Hukum PT. MII

 

Surat pemanggilan polisi terhdap warga Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. 

CILANGKAHAN.COM - Konflik yang melibatkan sejumlah warga Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten, dengan PT. Malingping Indah Internasional (MII) berbuntut panjang.

Pasalnya, warga Desa Sukatani tersebut dilaporkan ke Polres Lebak, lantaran diduga telah menyerobot lahan yang diklaim terdaftar Hak Guna Bangun (HGB) PT. MII.

Melalui kuasa hukumnya, PT. MII mengaku keberatan dengan ramainya pemberitaan yang dianggap menyudutkan pihak perusahaan karena sudah melaporkan warga Sukatani ke polisi.

Menurutnya, informasi yang diberitakan media kurang tepat karena tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.

Disampaikan Jimi Siregar, langkah hukum yang ditempuh pihak perusahaan dengan melaporkan warga Desa Sukatani ke polisi adalah untuk menghindari konflik.

"Terkait pemanggilan terhadap masyarakat oleh pihak Kepolisian, Bahwa PT.MII telah membuat Laporan polisi, atas tindakan oknum warga, yang telah melakukan pemalangan pintu empat villa milik PT.MII, bukan karena  tidak ada ijin menggarap dari PT.MII," kata Jimi Siregar selaku kuasa hukum PT. MII lewat rilis yang diterima Cilangkahan.com, pada Jumat 26 Juli 2024.

Kendati demikian, pihaknya menghormati pihak-pihak yang ingin memberikan pembelaan kepada masyarakat namun harus didasari atas fakta dan keadaan yang sebenarnya.

Terkait adanya pernyataan bahwa tanah PT. MII adalah tanah terlantar, Jimi membantah. Ia menyebut jika tanah tersebut dikelola oleh PT. MII dan tidak menutup diri apabila ada masyarakat yang hendak menggarap.

Selanjutnya, berkaitan dengan legalitas, kata Jimi, PT.MII telah mengantongi legalitas sejak tahun 1994, diawali dengan adanya Surat Pelepasan Hak Tanah Garapan yang ditanda tangani Kepala Desa Sukarame, yang saat itu masih berstatus Kecamatan Malingping sebelum mekar menjadi Kecamatan Wanasalam.

Surat Pelepasan Hak Tanah Garapan juga, masih Kata Jimi, sudah ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak, serta ada SPPT PBB dan Sertifikat Hak Guna Bangunan.

Dilain pihak, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah menilai bahwa selama ini tanah yang diklaim milik PT. MII tersebut tidak beraktivitas sebagai mana mestinya.

"Jika HGB mati maka tanah tersebut kembali kepada negara, dan HGB itu adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas permukaan tanah, misalkan perumahan, perkantoran, pergudangan dan lain-lain, bukan alih pungsi dengan menjadikan lahan tersebut untuk pertanian yang disewakan," tutur Musa.

Dari tahun 1993 hingga 2023 papar Musa, lokasi HGB tersebut ditelantarkan karena tidak ada bangunan apapun.

"Artinya ini sudah menyalahi aturan dan harusnya dihapus dari tahun 1994/1995," paparnya.

Agar kasus ini bisa terang benderang, Musa mengatakan bakal melayang surat aduan ke Kementrian ATR/BPN dan Satgas mafia tanah kejaksaan agung. 

"Karena saya menduga proses awal penerbitan HGB cacat administrasi dan melanggar hukum, untuk itu perlu adanya inventarisasi dari kementrian ATR/BPN terhadap HGB PT MII," tandasnya. 

Lebih lanjut, Musa menilai pembangunan empat unit vila di area lahan PT. MII pada akhir Tahun 2023 diduga hanya untuk memudahkan mengurus dan perpanjangan HGB. 

"Biar seolah-olah fisik tersebut dikuasai oleh PT. MII padahal penguasaan fisik dari tahun 1978 oleh para petani penggarap hingga 2023. Inilah alasan saya akan melaporkannya kepada satgas mafia tanah kejaksaan agung," ucapnya. 

Berdasarkan informasi, terang Musa, di lokasi HGB PT MII seluas 119 hektare terdapat tanah milik pemerintah Provinsi Banten, 6 hektare diantaranya adalah pelimpahan hak dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.**

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image