Dugaan Pungli PTSL di Lebak, Aktivis Desak APH Bertindak
CILANGKAHAN.COM – Sejumlah desa di dua kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, diduga melakukan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan mematok biaya melebihi ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, biaya yang dibebankan kepada masyarakat bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp350 ribu per sertifikat.
Desa Mekarsari di Kecamatan Cihara, misalnya, diduga memungut Rp300 ribu per pemohon.
Sementara di Kecamatan Panggarangan, pungutan serupa juga terjadi di Desa Cimandiri dan Desa Situregen, dengan tarif di atas Rp150 ribu.
Dugaan pelanggaran ini mendapat sorotan dari sejumlah aktivis di Lebak Selatan. Salah satunya, Firman Habibi, menilai praktik pungli dalam program PTSL menunjukkan ketidakpatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
“Meskipun berdalih hasil musyawarah dengan masyarakat, faktanya ini adalah pelanggaran hukum. Program ini sudah dibiayai oleh pemerintah, jadi desa tidak boleh membebani masyarakat lebih dari yang ditentukan,” ujar Firman, Senin (10/2/2025).
Firman yang juga mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mathla'ul Anwar Banten itu menegaskan bahwa pungli merupakan tindak pidana korupsi yang bisa dijerat dengan hukuman berat.
“Sesuai Pasal 368 KUHP, pelaku pungli bisa diancam pidana penjara hingga sembilan tahun," katanya.
"Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga mengatur tentang larangan pungli dalam pengelolaan keuangan desa,” imbuhnya.
Firman mendesak aparat penegak hukum (APH), baik kejaksaan maupun Unit Tipikor Polres Lebak, untuk segera memeriksa desa-desa yang menerima program PTSL, khususnya di dua kecamatan tersebut.
“Kami meminta APH bertindak tegas dan segera memanggil kepala desa penerima program PTSL agar praktik pungli ini tidak terus berlanjut,” tandasnya. ***